Monday, June 30, 2014

RAMADHAN: BULAN MENGURUS NAFSU ATAU DIURUS NAFSU?

Sebelum Ramadhan, di penghujung Sya'aban tentu ramai di antara kita yang sibuk memenuhi kenduri kahwin dari sahabat andai dan keluarga dekat dan jauh. Biasalah, nak kejar sebelum Ramadhan menjelma.
Tak kurang juga acara-acara rasmi dan tidak rasmi yang dianjurkan oleh kerajaan dan swasta.
Bila sampai bulan Ramadhan, semua program yang mempunyai unsur bukan agama dihentikan dari dilaksanakan oleh pelbagai pihak bagi menghormati bulan yang mulia itu.
Di kaca-kaca TV, semua program yang berunsurkan maksiat dan tidak menepati syariah dihentikan buat sementara, walaupun dalam beberapa slot lazim ada juga rancangan-rancangan yang menjolok mata, tapi biasanya dari saluran luar.
Pendek kata, bila tiba bulan Ramadhan semua kena jadi baik dan hentikan perbuatan maksiat seolah-olah di bulan-bulan lain maksiat halal dilakukan. Obama dan Cameron juga mengambil peluang memberikan perutusan khas sempena Ramadhan secara rasmi.
Itu satu hal. Orang Melayu satu bangsa yang sangat apologetik dan suka kasihankan orang lain. Maka dalam bulan Ramadhan sikap ini amat diraikan terutama sekali dalam soal makan dan minum.
Setiap kali hari mantai (sehari sebelum puasa) pasar-pasar penuh sesak dengan manusia membeli makanan dan permintaan untuk makanan mendadak sehingga 3 kali ganda. Kasihan Pak Menteri kenalah umum siap-siap bekalan makanan cukup untuk puasa dan menyambut raya.
3 kali ganda? Agak hairan bin ajaib. Dari mana agaknya datang permintaan yang sebegitu mendadak? Adakah penduduk Malaysia bertambah dengan ramai setiap kali Ramadhan? Atau di bulan puasa ramai yang makan berlebihan, atau yang banyak kita saksikan dengan sedihnya, pembaziran yang ketara.
Dalam pada itu pula ada pihak yang kaya mendadak sempena Ramadhan dan Syawal. Ada jugak peniaga yang hanya giat aktif berniaga hanya pada bulan ini dan hasil keuntungannya boleh bertahan sehingga Ramadhan yang akan datang! Hebat peniaga Melayu ni! Atau Siam? Atau Indon? Atau atau dan atau?
Ada yang mendapat keuntungan hanya dengan menyewa tapak perniagaan dan banyak yang untung hanya menjadi pemborong utama bagi barangan menyambut Eidul Fitr.
Belum kita berbicara lagi tentang buffet-buffet yang berselerak di sekitar kota raya. Mereka menawarkan pakej berbuka puasa pada harga yang amat tinggi sehingga mencecah hampir kepada RM200! Upah berlapar?
Belum lagi kita berbicara tentang bagaimana umat Islam membeli juadah berbuka puasa di bazar-bazar Ramadhan. Untung manusia hanya diberikan 5 jari di kiri dan kanan kalau tidak nescaya selagi ada jari selagi itulah menjadi penggantung plastik makanan. Belum cerita lagi tentang juadah mata yang dihidangkan di bazar-bazar tersebut. Maklumlah lokasi itu banyak di kawasan perumahan dan isi rumah lelaki dan wanita hanya ber'uniform rumah' dan berserabai tanpa mempedulikan amat soal aurad.
Sesungguhnya ragam umat Islam menjelang puasa dan raya ini banyak memberikan manfaat kepada para peniaga lebih-lebih lagi taukeh-taukeh Cina, tetapi pada masa yang sama memberikan mudarat yang ketara pada diri umat Islam sendiri kerana banyak menyalahi kehendak agama.
Setiap kali Ramadhan, ada peringatan dari pelbagai pihak tentang pembaziran, falsafah puasa dan fadhilat yang amat besar, tetapi ragam buruk yang sama juga yang dapat kita lihat di kalangan umat Islam.
Malulah kita pada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang berbuka dan bersahur hanya dengan air kosong dan 3 biji kurma dan pada bulan inilah baginda cukup senang mengeluarkan sedekah walaupun tidak berharta. Insaflah kita akan tujuan kita mentaati perintah Allah ini dan banyakkan mengingati akan pengakhiran setiap yang hidup. Bagaimanakah pula pandangan dan persepsi orang kafir apabila melihat ragam kita di bulan mulia ini, bulan yang sepatutnya melahirkan lebih ramai Muslim yang bertaqwa setelah berakhirnya Ramadhan? Apakah Ramadhan bulan mengurus nafsu atau diurus nafsu? Wallahua'lam.

Monday, June 16, 2014

FRANCIS YEOH: IS AN APOLOGY ENOUGH?

 
If you had a dirty towel of cronyism in your hand would you think twice before you toss it to Tan Sri Francis Yeoh's face for his obnoxious remarks about cronyism? Or racial and religious issues? Hit a man on his face and say sorry is enough? Shouldn't he gets the same?

Given his manipulative and rogue business tactics throughout his wheelings and dealings, is he in the best position to babble about cronyism? He should calm his mouth down and start reviewing himself on how the Malaysian public 'awarded' his family such an enormous wealth and economic power.

The utility customers will never forget how actually they are made to pay 30 sen for power when he produces it at 23 sen whereby TNB is able to produce it at 8 sen since 1994. He was at liberty to grab TNB sites in Paka and Pasir Gudang to build his so-called advanced IPP, which gave him the privilege to force the "take or pay" mechanism in the off-take agreement. Through this grossly inflated power deal he reaped enormous profits to acquire assets across Europe, Australia and Singapore. Daylight robbery? Gave that opportunity to any man on the street, and he would also made billions, but why Francis Yeoh? Get Tan Sri Ani Arope do the storytelling.

Everybody seems happy about ERL that ferries us from KL Sentral to KLIA in 28 minutes. Another Yeoh's success story. For him, that is very true. But to everyone's unknown surprise untold story is that every passenger is made to fork RM5 airport tax going to KLIA to be paid to the express line even though only 5% using the ERL. Furthermore, the taxpayers have to pay an extra RM100 million for the recent extension of ERL to KLIA2. For that, passengers will have to be made RM2 poorer. Beware of taxi touts in KLIA? Well, Francis Yeoh is the king of touts.

If one could ask the breakdown to racial employees in his organisation, how would it look like? How many Malays and Indians having the strategic and decision making positions? How many of the same race makes a living as coolies and low ranking junior executives with no hope of better positions and attractive wage packages? Well there are of course some apple polishing activities in which a Malay is appointed to some awkward position that really doesn't have him to come to work to protect some little trade secrets within the organisation. This is the 'tabik tuan' position.

One of his most powerful criticisms is the provision of unfair advantage to the Bumiputera as a national policy. Can he really point us out what is the magnitude of sub-contracting works and supplies given by his companies to Bumiputera entrepreneurs? What about the development project in Sentul that gives him the privilege (again) to acquire acres of KTM land at rock bottom price although the national company is in the red? What is the value of contract handed out to Bumi companies? 

In the recent turnaround, YTL group suddenly become the telecommunications expert, surpassing our very own Telekom Malaysia, the 4G license and the Bestarinet Project which provides ICT solutions to all government schools. The Bestarinet is not progressing to what is expected by the government, and sources told that Telekom Malaysia is set to take stewardship under the cloak of buying over their 4G license. How convenient!

Well, Francis Yeoh, you threw a dirty cronyism towel to the Bumiputeras and we are all ready to throw back dozens of them back to your ugly, filthy chauvinist face!